Berdikari.Online – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap praktik suap di balik vonis bebas kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang menyeret sejumlah korporasi besar. Di sisi lain, lembaga tersebut berhasil memulihkan kerugian negara sebesar Rp13,25 triliun.
Presiden Prabowo Subianto turut menyaksikan langsung penyerahan uang negara tersebut di Jakarta, Senin (20/10). Ia memberi apresiasi atas kerja keras aparat penegak hukum yang dinilainya telah berbuat nyata bagi kepentingan rakyat.
“Selamat atas pekerjaan ini. Jangan surut, jangan malas, jangan menyerah. Berbuatlah yang terbaik untuk bangsa, negara, dan rakyat,” ujar Prabowo

Kasus ekspor CPO terjadi pada periode 2021–2022. Dalam perkara itu, lima terdakwa dinilai jaksa penuntut umum terbukti melakukan korupsi bersama-sama. Mereka dituntut membayar denda Rp1 miliar dan uang pengganti mencapai belasan triliun rupiah dari tiga perusahaan, yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Namun, Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis bebas para terdakwa pada 19 Maret 2025. Majelis hakim menyatakan korporasi terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dakwaan, tetapi tidak menganggapnya sebagai tindak pidana.
Tak lama setelah itu, Kejagung menemukan adanya dugaan suap terkait putusan tersebut. Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, diduga menerima uang Rp60 miliar untuk memengaruhi vonis.
Kejagung kemudian menahan empat tersangka, yakni Arif Nuryanta, dua pengacara bernama Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri, serta Panitera Muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Selain mereka, tiga hakim yang memutus perkara tersebut—Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom—juga ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa ada kesepakatan antara pengacara dan panitera untuk melobi majelis hakim.
“Awalnya mereka menawarkan uang Rp20 miliar, kemudian dinaikkan menjadi Rp60 miliar hingga majelis hakim menjatuhkan vonis bebas,” kata Abdul Qohar di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (14/4).
Ia menyebut uang suap tersebut kemudian dibagi kepada tiga hakim. “Setelah menerima Rp4,5 miliar, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag dan dibagi kepada tiga orang, yaitu ASB sendiri, AL, dan DJU,” ungkapnya.***