Berdikari.Online – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas), Pemerintah Australia melalui program Supporting the Implementation of the Regional Autonomy for Development (SKALA), serta United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia meluncurkan Studi Analisis Dampak Kenaikan Muka Air Laut di NTB (21/10/2025). Studi ini menjadi langkah penting dalam memperkuat kebijakan pembangunan daerah berbasis data dan responsif terhadap perubahan iklim.
Kegiatan peluncuran dihadiri Wakil Gubernur NTB Hj. Indah Dhamayanti Putri, Deputi Bappenas Maliki, dan Perwakilan Pemerintah Australia Simon Flores. Kolaborasi lintas sektor ini diharapkan memperkuat kesiapan daerah menghadapi ancaman kenaikan muka air laut yang semakin nyata.
Wakil Gubernur NTB, Indah Dhamayanti Putri, mengatakan hasil studi akan menjadi dasar dalam menyusun kebijakan daerah, terutama dalam menghadapi dampak sosial ekonomi wilayah pesisir.
“Kita telah melihat sendiri dampaknya. Pada Juli lalu, banjir besar di Mataram bukan hanya karena curah hujan, tetapi juga akibat kenaikan muka air laut yang menghambat aliran air,” ujarnya.
Dari hasil kajian, sebanyak 46 dari 106 desa dengan kemiskinan ekstrem di NTB diprediksi terdampak kenaikan muka air laut dalam lima tahun ke depan. Desa-desa tersebut akan menjadi prioritas utama dalam program penanganan kemiskinan ekstrem di provinsi itu.
Wakil Gubernur menjelaskan, isu perubahan iklim kini menjadi bagian penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) NTB 2025–2029. Pemerintah daerah berkomitmen memperkuat ketahanan pangan, pariwisata berkelanjutan, dan penurunan kemiskinan melalui pendekatan berbasis data serta kolaborasi lintas sektor.
“Mari kita terus bersinergi membangun kebijakan pembangunan yang berbasis data, adil, transparan, dan akuntabel. NTB siap menjadi praktik baik nasional dalam penerapan analisis Sea Level Rise,” tegasnya.
Perwakilan Pemerintah Australia, Simon Flores, menyampaikan apresiasi atas terlaksananya studi tersebut. Menurutnya, kolaborasi Australia melalui program SKALA dan UNDP merupakan bentuk dukungan nyata bagi pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
“Indonesia adalah mitra strategis Australia. Tidak ada hubungan yang lebih penting bagi Australia daripada kemitraan dengan Indonesia,” katanya.
Ia menjelaskan, tantangan perubahan iklim seperti kenaikan muka air laut menjadi isu bersama kedua negara. Melalui studi ini, diharapkan muncul solusi inovatif yang menggabungkan data spasial, teknologi digital, dan analisis sosial ekonomi masyarakat pesisir.
Hasil kolaborasi tersebut menghasilkan Decision Support System Dashboard, yaitu platform berbasis data untuk membantu pemerintah daerah mengidentifikasi dampak perubahan iklim dan merumuskan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
“Studi ini bukan hanya tentang data, tetapi tentang manusia, tentang masa depan masyarakat pesisir yang rentan terhadap perubahan iklim,” lanjut Simon Flores.
Deputi Bappenas Maliki menegaskan, fenomena kenaikan muka air laut bukan lagi ancaman masa depan, melainkan realitas yang sudah terjadi. Berdasarkan proyeksi *Intergovernmental Panel on Climate Change* (IPCC), kenaikan satu meter permukaan air laut dapat memengaruhi lebih dari 1,7 juta keluarga di Indonesia.
“Kita hadapi bukan perubahan pada air lautnya, tetapi pada permukaannya. Fenomena ini pasti terjadi dan yang harus kita siapkan adalah bagaimana mengantisipasi,” ujarnya.
Maliki menekankan pentingnya pemanfaatan data dan teknologi spasial dalam perencanaan pembangunan daerah. Hasil analisis, menurutnya, perlu diterjemahkan dalam kebijakan, penganggaran, dan pelaksanaan program agar adaptif dan berkelanjutan.
“Analisis saja tidak cukup. Hasilnya harus masuk dalam perencanaan dan kebijakan agar berdampak nyata,” tegasnya.
Peluncuran studi ini menjadi tonggak baru dalam memperkuat ketahanan daerah terhadap perubahan iklim. Kolaborasi antara Pemerintah Indonesia, Australia, dan UNDP diharapkan menghasilkan transformasi nyata dalam pembangunan yang adaptif dan inklusif.
Dengan sistem pendukung keputusan yang kuat, NTB diharapkan menjadi contoh keberhasilan kerja sama internasional dalam membangun masa depan yang tangguh terhadap perubahan iklim.***