Thursday, December 11, 2025

Harga Komoditas Pangan di NTB Berfluktuasi, Komisi II DPRD Sumbawa Cari Solusi ke Disdag

Shares

Berdikari.Online – Harga komoditas pangan di NTB menunjukkan fluktuasi signifikan dalam lima minggu terakhir. Cabe Merah Keriting turun pada minggu 1–4 sebelum naik pada minggu ke-5 dan mencatat total penurunan 2%. Cabe Merah Besar mengalami naik-turun dengan total minus 0,3%, sementara Cabe Rawit Merah melonjak total 5% dan Cabe Rawit Hijau naik 2%. Bawang Merah naik stabil pada minggu 3–5 dengan total 2%, sedangkan Tomat mencatat kenaikan 13% pada minggu 2–4.

Komisi II DPRD Kabupaten Sumbawa kemudian melakukan kunjungan konsultasi ke Dinas Perdagangan (Disdag) NTB pada Selasa, (9/12/2025). Rombongan dipimpin Sekretaris Komisi II H. Zohran dan diterima Kepala Disdag NTB Jamaludin Maladi beserta jajaran. Pertemuan membahas ketersediaan pasokan serta penyebab gejolak harga di pasar wilayah Sumbawa dan NTB.

“Komoditi bergejolak juga karena berkurangnya pasokan dari daerah produksi,” ujar Jamaludin Maladi.

Jamaludin menjelaskan bahwa cuaca dan keterbatasan pasokan menjadi faktor utama fluktuasi. Ia merinci akumulasi pergerakan harga lima minggu: Cabe Merah Keriting turun 2%, Cabe Merah Besar naik 1%, Cabe Rawit Merah naik 21%, dan Cabe Rawit Hijau naik 4%. Bawang Merah serta Tomat masing-masing meningkat 2% dan 8%, disusul Ikan Kembung dan Tongkol yang naik 2%. Jamaludin menyebut Tomat dan Cabai termasuk komoditas yang menunjukkan peningkatan.

“Terlihat bahwa harga Tomat dan Cabai mengalami sedikit kenaikan. Salah satu solusi jangka panjangnya, jika memungkinkan, adalah masyarakat diimbau untuk menanam sendiri komoditas yang mudah bergejolak,” kata Jamaludin.

Ia memberi contoh industrialisasi pertanian di Lombok yang didukung bendungan Batujai dan Lombok Tengah. Lahan yang sebelumnya panen sekali kini dapat dua kali, sehingga suplai komoditas meningkat. Pada musim panen raya Tomat di masa lalu, harga satu keranjang besar bahkan hanya Rp10.000–Rp20.000.

“Dulu saat musim Tomat berlimpah, harga bisa sangat murah, hanya Rp10.000 hingga Rp20.000 untuk satu keranjang besar. Ini menunjukkan pentingnya teknologi dan industrialisasi pertanian,” jelasnya.

H. Zohran menyoroti lonjakan harga Bawang Merah dan pola tebas oleh pengusaha. Sistem kontrak yang dilakukan sebelum panen membuat harga di petani tidak selalu seimbang, bahkan di beberapa daerah seperti Jawa praktiknya lebih ekstrem.

“Persoalan kontrak ini yang menyebabkan kadang harga di tingkat petani tidak sebanding. Kadang, para pengusaha ini datang dan mengontrak hasil panen Bawang Merah atau Cabai sebelum panen. Pola tebas ini sudah mulai masif, bahkan di Jawa sudah lebih ekstrem di mana lahan belum beranak sudah dikontrak,” katanya.

Ia menyebut pola kontrak sering muncul karena kebutuhan petani terhadap modal maupun pupuk, dan kondisi tersebut turut memengaruhi stabilitas harga serta tata niaga komoditas di pasar.***

Shares

berita lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Berita Terbaru