Berdikari.Online-Masa Sidang (MS) IV DPR RI Tahun Sidang (TS) 2021-2022 yang berlangsung dari 15 Maret 2022 sampai dengan 14 April 2022 telah selesai. Ketua DPR, Puan Maharani ikut membuka masa sidang IV itu pada Senin, (15 Maret 2022).
Pada pidato pembukaanya dalam masa sedang tersebut, ketua DPR itu berjanji akan menuntaskan 13 RUU Prioritas.
Meski demikian, publik tidak mengetahui sejumlah 13 RUU yang masuk dalam daftar antrian pembahasan di DPR.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Bidang Legislasi Ikatan Pemuda Pemerhati Parlemen (IP3) Andre Silalahi mengatakan bahwa DPR RI sudah terbiasa menumpuk RUU dalam daftar utang kinerja yang semakin tidak transparan. Ia menyoroti peran pimpinan DPR tersebut yang dianggap tidak melibatkan publik dalam proses legislasi.
“Ketua DPR tersebut, tidak menyebutkan RUU apa saja yang masuk dalam 13 RUU sebagai RUU prioritas akan tetapi terdapat 10 RUU yang digarap oleh DPR sampai pada penutupan MS IV. Ini menunjukkan bahwa DPR tidak transparan terkait pelaksanaan fungsi legislasi”. Pungkas Andre dalam Press Release yang diterima Senin, 25 April 2022.
Dari 10 RUU yang digarap oleh DPR pada MS IV diketahui terdapat 5 RUU sudah masuk dalam pembahasan yang seharusnya dapat diselesaikan oleh DPR, yakni : (RUU Narkotika, RUU Kepulauan, RUU Penanggulangan Bencana, RUU Jalan,RUU Pendidikan Kedokteran). Sedangkan terdapat 5 RUU lain yang diketahui mempunyai intensitas tinggi dalam pembahasan rapat-rapat DPR dimana 1 RUU disahkan oleh DPR pada MS IV ini yakni RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Sementara 5 RUU yang paling sering dibahas tersebut adalah : (RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, RUU Pendidikan Kedokteran, RUU Kepulauan, RUU Pembentukan Peraturan Perundang-Undang, RUU Larangan Minuman Beralkohol)
“Dengan hanya mengesahkan satu RUU dalam MS IV, DPR hobi menumpuk hutang pekerjaan legislasinya, ditunjukkan dengan ketidak seriusan DPR untuk menyelesaikan 12 RUU dari 13 RUU yang ditetapkan sebagai RUU prioritas sebab DPR hanya mampu mengesahan 1 RUU menjadi UU yakni RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada MS IV ini serta tidak memiliki fokus dan prioritas dalam menyelesaikan sebuah RUU, tegas Andre.
Andre juga mengungkapkan bahwa; “DPR dan Pemerintah cenderung tidak beratanggung jawab pada pekerjaan terkait penyelesaian pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencana”. Dalam kajian, IP3 menemukan fakta bahwa pada tanggal 13 April 2022, DPR bersama Pemerintah bersepakat untuk menghentikan pembahasan RUU tentang Penanggulangan Bencana karena pemerintah tidak mau menyebutkan nomenklatur Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPD) secara eksplisit. Kesepakatan itu diputuskan dalam rapat komisi VII DPR bersama Menteri Sosial dan jika tidak diberhentikan pembahasannya akan memakan waktu dan tidak efisien. Pemerintah berpendapat penyebutan Lembaga Penanggulangan Bencana disebut secara umum dan pengaturan lebih lanjut mengenai lembaga ini akan di atur dalam Peraturan Presiden.
Hal menarik lainnya yang menjadi temuan dalam evaluasi kinerja legislasi DPR MS IV TS 2021/2022 adalah terkait rencana kerja legilasi DPR pada MS V yang akan datang dimana pada masa persidangan ini DPR sepakat untuk memperpanjang pembahasan terhadap 5 RUU yaitu: (RUU tentang Perlindungan Data Pribadi, RUU Aparatur Sipil Negara, RUU Hukum Acara Perdata, RUU tentang Praktik Psikologi, RUU tentang Landas Kontinen)
IP3 merekomendasikan agar DPR segera menghentikan hobi untuk menumpuk hutang pekerjaan dan realistis dalam menentukan target kerja dan transparan pada masyarakat terkait target dan capaian kerja legilasinya serta DPR dan Pemerintah wajib bertanggung jawab pada masyarakat terkait RUU yang dihentikan pembahasannya dan terkait RUU-RUU yang tidak mampu diselesaikannya. Hal ini pentig sebab dalam pembahasan sebuah RUU, DPR dan Pemerintah menggunakan uang yang bersumber dari negara. Tutup Andre. (*)