Oleh: Margareta Yunita Lani Domaking
Tanggal 25 Mei 2022 Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia genap 75 tahun. Kita sudah cukup matang sebagai sebuah organisasi dan dalam banyak kesempatan turut serta membantu melahirkan aliansi seperti Kelompok Cipayung (HMI, PMKRI, GMKI, GMNI, dan PMII) juga turut menginisiasi lahirnya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).
Sengaja saya sebut itu untuk mengingatkan kita akan peran kita dalam sinergi dan kolaborasi dengan kelompok lainnya dalam dinamika sosial-politik Indonesia. PMKRI justru menjadi organisasi yang berjuang bagi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang berjuang mengawal dan hidup berdasarkan semangat Pancasila .
Menariknya, perjuangan itu tidak membenturkan rasa kekatolikan dengan Pancasila sebagai ideologi negara, sebaliknya menegaskan bahwa PMKRI dan Kekatolikan itu sejalan dan saling mendukung. Ini yang dimaksud oleh Bapak Uskup yang juga pahlawan nasional Mgr. Albertus Soegijapranata SJ uskup pribumi pertama: “100% Katolik 100% Indonesia.”
Adagium Bapa Uskup Mgr. Soegijapranata itu menegaskan pesan kita generasi muda Katolik, kader-kader PMKRI untuk berkolaborasi dan bersinergi membangun bangsa dan negara tanpa meninggalkan identitas dan iman kita sebagai orang Katolik. Kita adalah orang Katolik (di) Indonesia yang percaya dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia, dalam akar budaya Nusantara yang toleran dan saling menghormati.
Ayo kerja bareng!
Saat ini semangat kolaborasi itu mulai luntur. Sikap hormat terhadap yang berbeda mulai diabaikan karena orang-orang lebih senang mempermasalahkan yang berbeda mencari persamaan-persamaan untuk dijadikan sebagai landasan hidup bersama. Saya ini sebagai tantangan sekaligus masalah yang harus dilihat oleh kita membuat generasi muda.
Sebagai kader PMKRI kita perlu menyadari ada tantangan ini. Berhadapan dengan tantangan ini, ayo kita hadapi bareng-bareng dengan bijak dan bukan saling salah-menyalahkan. Kita solid di dalam, sehingga keluar sebagai satu kekuatan untuk menarik yang lain dan kerja bareng-bareng.
Ini masalah bangsa, masalah bersama, dan butuh kekuatan besar untuk melawan gerakan-gerakan yang ingin merobohkan fondasi dan bangunan hidup bersama kita yaitu Pancasila. Di sinilah peran nyata PMKRI sebagai salah satu pemilik saham bangsa dan negeri dalam pertandingan ini. Tuntutan itu mengikutsertakan adanya suatu kualitas akademis-intelektual yang cukup agar dapat menyumbangkan gagasan untuk perubahan.
Yang saya maksudkan kerja bareng-bareng itu bukan saja PMKRI secara internal, tetapi perkuat kembali dialog dalam Kelompok Cipayung Plus, perkokoh lagi kekuatan kelompok – kelompok Katolik seperti Pemuda Katolik, Ikatan Sarjana Katolik, dan sebagainya. Selain itu, dan ini yang paling penting, berjalan bersama-sama dengan dan di dalam Gereja untuk mewujudkannya bersama ( bonum communae ) di negeri kita tercinta Indonesia.
PMKRI bisa dan harus mengambil peran sebagai motor dalam gerakan yang mewujudkan persatuan Indonesia. Toh, sebelum-sebelumnya sudah pernah dilakukan. Misalnya pada zaman kepemimpinan Ketua Presidium Angelo Wake Kako bersama dengan Kelompok Cipayung Plus dibikin Jambore Kebangsaan di mana para elit mahasiswa berbicara mengenai persatuan dan kesatuan bangsa serta kemandirian ekonomi mahasiswa.
Di zaman Ketua Presidium Juventus Prima Yoris Kago PMKRI melakukan roadshow ke 15 kota di Indonesia untuk mengkampanyekan gerakan “Kita Indonesia”. Sementara di zaman Ketua Predium Bendiktus Papa PMKRI terlibat dalam diskusi mengenai rasa kebangsaan dan krisis dalam terang iman Katolik yang dibingkai dalam “Catholic Milenial Summit”.
Ini semua harus dilanjutkan dengan semangat dan energi yang baru dan besar dalam rangka memasyarakatkan Pancasila hingga suatu cara hidup kita bangsa Indonesia. Pancasila harus jadi landasan bagi kita dalam hidup berbangsa yang menginspirasi kita untuk terus bekerja bersama-bareng untuk bekerja bersama.
Tentang kerja bareng itu mungkin semangat Pak Joko Widodo dan pak Prabowo Subianto bisa kita contoh. Di lapangan Pilpres mereka bertarung, setelah mereka sama-sama bekerja di pemerintahan bagi bangsa dan negara. Ada kekuatan dan energi besar yang diarahkan untuk membantu bersama dengan gontok-gonto mempertahankan ego masing-masing.
Kita harus jadi garda terdepan yang mengawal dan mengamalkan Pancasila. Sebagai generasi muda kita adalah kekuatan yang, menurut Bung Karno, dapat menjadi kekuatan nyata dan besar. “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kugoncangkan dunia.” Ini perlu menjadi semangat perjuangan kita untuk memastikan NKRI terus ada dengan Pancasila sebagai dasar pemersatu.
Bangsa Indonesia bisa merdeka karena para tokohnya bersatu, menanggalkan egonya masing-masing, untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Dengan cara yang sama kita juga bisa bersatu menegaskan kembali nilai-nilai Pancasila untuk NKRI yang abadi.
Mari, setelah 75 tahun PMKRI, kita kerja bareng-bareng untuk mewujudkan bonum communae di tengah persatuan yang penuh persaudaraan sejati!
*Penulis adalah Bendahara Umum Pengurus Pusat PMKRI, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Trisakti, Kandidat Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI.