Berdikari.Online -Advokat dan pengacara asal Lembata, Petrus Bala Pattyona SH, MH menanyakan perkembangan kasus kapal phinisi Aku Lembata dan kasus penggundulan hutan bakau yang sedang ditangani Kejaksaan Negeri Lembata. Padahal, menurut Pattyona, kasus kapal phinisi dan penebangan hutan di Merdeka, Kecamatan Lebatukan tersebut sudah dilakukan pemeriksaan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Lembata, Ridwan Angsar Sudjana dan jajarannya.
Namun, hingga saat ini, Kejaksaan Negeri Lembata belum berhasil mengungkapkan dua kasus tersebut dan tak pernah ada tersangka hingga Ridwan Angsar dimutasi dari Lembata.
“Sejak tahun lalu Kejaksaan Negeri Lembata gencar memeriksa dua kasus dugaan korupsi di tubuh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata. Dua kasus itu tidak jelas penanganannya,” ujar Petrus Bala Pattyona dalam keterangan tertulis di Jakarta baru-baru ini.
Pattyona menilai penyidikan dua kasus itu dihentikan setelah pemanggilan pihak yang diduga terlibat. Ia berpendapat jika pemanggilan terhadap pihak terkait hanya akal-akalan dilatari motif berbagi-bagi hasil kejahatan.
“Saya menyebut ‘sengaja berbagi-bagi hasil kejahatan’ karena setidak-tidaknya ada kasus korupsi di Lembata tahun 2014. Saat jaksa memeriksa tersangka, ternyata ada barang bukti korupsi hasil kejahatan. Hasil kejahatan itu seharusnya disita sebagai barang bukti hasil kejahatan untuk dimasukkan jadi barang bukti hingga pengadilan tetapi malah dipakai oleh jaksa penyidik,” ungkap Pattyona.
Lebih lanjut, pengacara putra asli Lembata ini menduga jika hasil kejahatan korupsi itu telah masuk ke ruang pengadilan. Meskipun ada putusan dari Mahkamah Agung, para terdakwa mengancam akan membongkar barang bukti berupa setoran terdakwa sebesar Rp 600 juta.
“Hingga kini terdakwa bebas, happy-happy saja. Siapa terdakwanya. Kejaksaan Lembata pasti punya data namun kalau mau mengetahui putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung akan saya berikan,” kata Pattyona.
Pattyona juga menyebut kasus kapal phinisi Aku Lembata yang tak jelas arah penyelesaian hukumnya. Padahal, Kasie Intel Kejari Lembata Teddy Valentino pada Kamis (19/5) lalu sudah memeriksa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lembata.
“Pada Mei 2022 Kasie Intel Kejari Lembata Teddy Valentino sudah memeriksa mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Lembata. Pemeriksaan tersebut dilakukan karena saat pengadaan kapal phinisi Aku Lembata itu, beliau sebagai Kadis PUPR. Pemeriksaan pejabat itu setelah pihak Kejaksaan Lembata telah memeriksa kontraktor yang saat ini sudah ditahan dalam penjara karena terbukti korupsi dalam kasus kapal phinisi,” lanjut Pattyona.
Menurut Pattyona, kasus korupsi kapal phinisi Aku Lembata sudah mengerucut ke tiga orang sebagai aktor yang bertanggungjawab atas kasus tersebut yaitu kontraktor, pejabat pembuat komitmen (PPK), dan mantan Kadis PUPR selaku pengguna anggaran.
Pattyona menegaskan, peran mantan Kadis PUPR Lembata kala itu sangat signifikan, terutama saat pengadaan maupun saat penyerahan. Pada saat pengadaan kapal phinisi Aku Lembata, pejabat bersangkutan mengetahui apa yang diperintahkan Bupati Eliaser Yentji Sunur (Alm). Publik tahu, kala itu apapun yang diperintahkan Bupati Sunur tak satu pun kadis di Lembata membantahnya.
Menurut Pattyona, Kadis PUPR saat penyerahan kapal menerima laporan dari tiga anggota panitia penerima barang yang memberitahu 16 cek list yang harus dicontreng ternyata belum lengkap. Namun Kadis PUPR kala itu memerintahkan agar semua cek list tetap dicontreng dan dianggap lengkap agar uang dapat dicairkan.
Adapun tiga panitia penerima barang telah diperiksa penyidik Kejaksaan dan mereka mengaku mengikuti arahan dari Kadis PUPR kala itu. Soal16 cek list yang diperiksa panitia penerima barang. Cek list itu yakni salinan SPD, surat pengantar SPP LS, ringkasan SPP LS, rincian SPP LS, dokumen kontrak dan adendum, dan berita acara pembayaran.
Selain itu, kwitansi yang ditandatangani kontraktor PT Multi Rekayasa, bukti pelunasan pajak, jaminan uang muka, surat permohonan pembayaran, berita acara serah terima produk pengawasan, berita acara pemeriksaan produk pengawasan, surat pernyataan tanggungjawab kontraktor PT Multi Rekayasa, dan surat pernyataan tanggung jawab kepala dinas selaku pengguna anggaran.
“Semua item sudah dicontreng sehingga cairlah pembayaran 95 persen dari nilai kontrak. Sampai di sini penyidik paham siapakah yang akan jadi tersangka. Bukan dari pihak luar, apalagi jauh-jauh dari Jakarta. Pertanyaan publik Lembata yaitu mengapa hingga kini tak kunjung ada penetapan tersangka. Ada apa yang terjadi dengan penyidik,” ujarnya.
Beredar kabar dari WhatsApp menginformasikan, calon tersangka sudah memberikan sejumlah uang yang jumlahnya fantastis sesaat mantan Kadis PUPR itu diperiksa pada 19 Mei 2022. Kebenaran informasi tak dapat dikonfirmasi, tetap dengan mendiamkan kasus ini publik akhirnya paham bahwa telah terjadi sesuatu.
“Betapa rusaknya penegakan hukum di Lembata. Mengapa penegak hukum belum mau mengumumkan tersangkanya? Kalau mendiamkan, berarti info soal uang ‘tutup mulut’ itu mungkin ada benarnya,” ujar Pattyona. (*)