Sunday, July 6, 2025

Pengacara Ini Sebut Bharada E Tetap Dihukum dan Tidak Bisa Bebas dengan Pasal 51 KUHP

Shares

Berdikari.online – Bharada E atau Richard Eliezer yang menjadi tersangka kasus pembunuhan Brigadir Yosua atau Brigadir J pada Kamis (4/8/2022) di rumah dinas mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. Ngaky tekanan batin Bharada E dibantu pengacaranya Deolipa Yumara mengajukan diri sebagai justice collaborator.

Pengacara Bharada E, Deolipa Yumara mengungkapkan beberapa pengakuan dari kliennya yang membuka fakta baru dari skenario palsu.

Selain itu, Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengungkap pengakuan Bharada E setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J alias Yosua Hutabarat.  Menurutnya, Bharada E yang sadar akan ancaman hukuman berat untuknya, akhirnya mengubah keterangan awal.

Dia mengatakan Bharada E tidak ditanya oleh penyidik, tetapi ingin menulis sendiri di secarik kertas.

“Bharada E bilang, ‘nggak usah ditanya, Pak. Saya akan tulis sendiri kronologinya’. Tulisan itu disertai cap jempol dan tanda tangan,” ujar Komjen Agung di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).

Komjen Agung menjelaskan Bharada E telah memberi keterangan lebih lanjut terkait kronologi tewasnya Brigadir J.  Menurutnya, Bharada E menulis dari awal hingga akhir kronologi diperintah untuk membunuh Brigadir J.

Sementara, terkait apakah Bharada E bisa bebas karena menjalankan perintah atasan, seorang pengacara muda, Emanuel Herdiyanto menjelaskan soal apakah pasal 51 KUHP bisa dikenakan terhadap Bharada E.

“Bharada E meski hanya menjalankan perintah atasannya, tetap akan dihukum dan tidak bisa dibebaskan dengan pasal 51 KUHP.” tegas Eman Herdiyanto. Rabu, (10/8/2022)

Ia menegaskan, rumusan delik melaksanakan perintah jabatan itu ada unsur kewenangan. Yang jadi soal bagi Bharada E adalah, yang memberi perintah tidak dalam kewenangan perintah untuk maksud seperti yang diperintahkan yakni menembak rekan sesama Polisi.

“Rumusan pasal 51 KUHP mungkin hanya bisa diterapkan dalam kejadian seperti perintah eksekusi mati kepada terpidana mati. Jelas ada kewenangan dari yang memberi perintah kepada regu tembak, sebab hukuman mati di Indonesia adalah ditembak dan yang berwenang melakukannya adalah kepolisian (UU Nomor 2/PNPS/1964).” paparnya

Selain itu, lanjut Eman, pasal 51 KUHP (menjalankan perintah jabatan) juga tidak dapat dikenakan kepada Bharada E, sebab Bharada E saat melaksanakan perintah atasannya tersebut, dalam kondisi memiliki kebebasan berkehendak atau tidak dalam situasi darurat memaksa semisal perang atau pertempuran.

“Dari fakta yang terungkap dari penjelasan Kabareskrim Mabes Polri, disebutkan bahwa Bharada E, diperintahkan menembak Brigadir J. Situasi saat peristiwa perintah dan penembakan dilakukan, tidak dalam keadaan darurat atau genting memaksa atau sedang dalam penugasan resmi dari kewenangan atasan Bharada E yang memberi perintah. Oleh sebab itu, tidak dapat kita sebut, bahwa penembakan itu adalah pelaksanaan perintah jabatan.” ujarnya.

Namun demikian, menurut Eman, harus ditelusuri lebih mendalam, bagaimana runtutan peristiwa dari kejadian yang kemudian berujung ke pemberian perintah menembak tersebut.

“Pertanyaannya adalah, apakah Bharada E hadir sejak awal mula peristiwa dan mengetahui sebab keseluruhan peristiwa sampai mau melaksanakan perintah FS? Jika iya maka, pasal pidana yang dikenakan yakni 338 KUHP harusnya diubah menjadi 340 KUHP.” ungkapnya

“Tetapi jika, Bharada E hanya mendadak hadir lalu diperintahkan menembak, dan dengan alasan patuh pada atasan, lantas langsung menembak maka, pasal 338 dengan ancaman minimum bisa kita maklumkan dikenakan kepada Bharada E.” Tutup Eman.(*)

Shares

berita lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Berita Terbaru