Berdikari.online – Penyidikan Bareskrim Polri tak menemukan adanya fakta peristiwa, mengenai dugaan pelecehan seksual, dan ancaman kekerasan terhadap Putri Candrawathi Sambo (PC), dalam penyebab peristiwa kematian Brigadir Nofriansyah Yoshua (J) di rumah dinas Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo, di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (8/7/2022).
Dilansir dari Republika.co.id, Kepala Bareskrim Polri, Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto mengatakan, penyidikan terkait dugaan pencabulan, dan kekerasan terhadap Nyonya Sambo tersebut, akan segera dievaluasi, untuk ditentukan nasib hukumnya.
“Kalau faktanya (dugaan pelecehan, dan kekerasan terhadap PC), nggak ada, ya mau diapakan kasusnya,” kata Agus, lewat pesan singkatnya. Rabu (10/8/2022).
Agus menuturkan, sampai sekarang, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri, memang belum menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) terkait kasus yang dilaporkan Keluarga Sambo itu. Tetapi, kata dia, penelahaan terkait proses penyidikan dua kasus tersebut, terus dilakukan.
Agus menerangkan, Bareskrim, bersama Tim Gabungan Khusus, akan secepatnya melakukan evaluasi penanganan kasus dari pelaporan Irjen Sambo, dan PC isterinya tersebut.
“Penyidikan kasus itu (dugaan pelecehan seksual, dan ancaman kekerasan) akan dilakukan audit oleh Timsus (Tim Gabungan Khusus), atas permintaan dari penyidik,” ungkap Agus.
Hasil audit, dan evaluasi tersebut, berdasarkan kekosongan fakta, dan dari kenihilan alat bukti, memungkinkan untuk segera diterbitkan SP-3.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), pekan lalu, pun menyampaikan keragu-raguan atas dugaan pelecehan seksual terhadap Ibu PC yang menjadi sebab, dan pemicu tewasnya Brigadir J.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik, pernah mengatakan, tim penyelidikannya, belum memiliki, bahkan menemukan adanya bukti, atau akurasi informasi apapun, atas dugaan amoral yang dialami Nyonya Sambo, yang disebut kepolisian selama ini, sebagai motif peristiwa, atau pangkal kronologis pembunuhan Brigadir J.
“Soal dugaan kekerasan seksual, atau dugaan pelecehan terhadap Ibu PC (Nyonya Sambo), semuanya belum ada pembuktian. Semua, belum ada yang bisa memastikan, apakah itu (dugaan pelecehan) terjadi atau tidak,” ujar Taufan, Sabtu (6/8/2022).
Taufan mengatakan, penjelasan adanya dugaan pelecehan seksual terhadap Nyonya Sambo, sebagai latar peristiwa kematian Brigadir J, selama ini, hanya bersumber dari Polri. Hal tersebut, pun berdasarkan pelaporan dari Irjen Sambo, dan Nyonya Sambo, ke Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel).
Akan tetapi, sampai hari ini, proses penyidikan kasus dugaan pelecehan tersebut, tak jelas arah majunya. Meskipun kasusnya sudah diambil alih oleh tim penyidik dari Polda Metro Jaya, bahkan belakangan penanganannya disupervisi oleh Bareskrim Polri.
Akan tetapi, pengungkapan dugaan amoral yang dituduhkan kepada Brigadir J, terhadap Nyonya Sambo itu, masih gulita. Sementara di Komnas HAM, kata Taufan, sampai hari ini, belum mendapatkan penjelasan, ataupun pengakuan, dan keterangan langsung dari Nyonya Sambo.
Kasus dugaan pelecehan seksual, dan ancaman kekerasan ini mula-mula ditangani oleh Polres Metro Jaksel, sejak Selasa (12/7/2022).
Penyidikan kasus tersebut, berdasarkan dari pelaporan Irjen Sambo, dan Nyonya Sambo, Senin (11/8/2022) di Polres Jaksel.
Terlapornya, adalah Brigadir J yang sudah tewas saat itu. Laporan itu, menyangkut soal pangkal peristiwa yang disebut oleh kepolisian, sebagai penyebab insiden adu tembak-menembak antara Brigadir J, dengan rekannya Bharada Richard Eliezer (RE) di rumah dinas Irjen Sambo, di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jaksel, Jumat (8/7/2022).
Marah dan Emosi Jadi Motif Sambo Habisi Nyawa Brigadir J
Tim khusus Polri akhirnya membuka motif Irjen Ferdy Sambo membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Dirtipidum Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi saat gelar konferensi pers mengatakan, Ferdy Sambo marah dan emosi karena Brigadir J melukai martabat keluarganya.
“FS mengatakan bahwa dirinya menjadi marah dan emosi setelah dapat laporan PC yang mendapatkan tindakan yang melukai harkat martabat keluarga di Magelang oleh almarhum Josua,” ujar Andi di Mako Brimob, Kamis (11/8/2022).
Andi menjelaskan, setelah itu Ferdy Sambo merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J. Dalam perkara ini, Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan berencana.
Sambo merencanakan pembunuhan itu dengan memanggil anak buahnya yakni Bharada Richard Eliezer (Bharada E) dan Bripka Ricky Rizal (Bripka RR).
Melalui kuasa hukumnya, Deolipa Yumara, Bharada E mengakui dirinya diperintah Sambo untuk membunuh rekannya sesama ajudan, Brigadir J.
Saat itu, Bharada E takut karena terancam akan ditembak Sambo jika tak memenuhi perintah atasannya. Lokasi penembakan diketahui berada di rumah dinas Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Penembakan terjadi pada 8 Juli, tak lama setelah rombongan istri Sambo dengan para ajudan tiba di rumah pribadi, setelah melakukan perjalanan darat dari Magelang, Jawa Tengah.
Setelah rombongan melakukan tes PCR, istri Sambo dan para ajudan termasuk Bharada E, Brigadir J, dan Bripka RR menuju rumah dinas di Komplek Polri.
Di sanalah kejadian penembakan ini terjadi. Menurut pengakuan Bharada E kepada kuasa hukumnya, saat itu dia terpaksa menembak Brigadir J berkali-kali dengan mata tertutup karena merasa terancam oleh Sambo.
Penyidik telah menetapkan Irjen Ferdi Sambo, Bharada Eliezer, Bripka Ricky, dan sopir Kuat sebagai tersangka pembunuhan berencana. Mereka dijerat dengan pasal 340 juncto pasal 338 juncto pasal 55 juncto pasal 56 KUHP.(*)