Wednesday, July 2, 2025

KND Gandeng Universitas Mercu Buana Gelar Workshop Sensitivitas Layanan Kampus Inklusif Bagi Mahasiswa  Disabilitas

Shares

Berdikari.online  – Kegiatan pengabdian kepada masyarakat tentang Workshop Sensitivitas Layanan Kampus Inklusif Bagi Mahasiswa  Disabilitas di Universitas Mercu Buana yang dilaksanakan secara offline  di ruang Auditorium  Harun Zain Universitas Mercu Buana  Kampus Meruya, Jakarta Barat. Acara tersebut merupakan kelanjutan dari agenda sebelumnya yang dilaksanakan pada 21 Maret lalu.

Rektor Universitas Mercu Buana Prof. Dr. Andi Adriansyah dalam sambutannya saat membuka kegiatan workshop tersebut berharap bahwa dengan adanya Komisi Nasional Disabilitas (KND) dalam pemenuhan hak penyandang disabilitas, terutama layanan inklusif di bidang hak pendidikan agar mahasiswa penyandang disabilitas dapat diberikan edukasi dan layanan inklusi kepada civitas akademik dan kegiatan tersebut dapat dilanjutkan pada tahap selanjutnya.

“Kegiatan ini akan memberikan ruang partisipasi sehingga dapat berkontribusi dalam layanan inklusif di dunia Pendidikan,” ujar Rektor Universitas Mercu Buana tersebut. Rabu, (23/08/2023)

Prof. Dr. Andi Adriansyah juga berharap acara tersebut tidak hanya sekadar workshop, akan tetapi kesepakatan bersama melalui MoU, MoA dan IA (Implementation Acreditation).

“Karena kita tidak bisa maju sendiri untuk merancang langkah berikutnya yang akan diambil dalam upaya pemenuhan hak penyandang disablitas. Tidak hanya kerjasama diatas kertas, kami berharap implementasi dan partisipasi aktif stakeholder terkait sehingga dapat bersama-sama mewujudkan pemenuhkan hak Penyandang Disabilitas di dunia Pendidikan,” katanya.

Sementara, Jonna Aman Damanik mewakili Ketua Komisi Nasional Disabilitas menyambut baik dalam  program kegiatan tersebut karena sangat bermanfaat bagi semua peserta civitas akademik.

Menurut Jonna, Kampus UMB bukan kampus yang asing bagi KND, karena salah satu komisioner KND yakni Dr. Rachmita Maun Harahap  adalah dosen FDSK UMB, kemudian mahasiswa UMB juga dalam unsur KND sebagai Akomodasi yag Layak (AyL).

“Kami berharap Kampus  UMB memperjuangkan kampus inklusif bagi mahasiswa disabilitas yang mana selaras dengan tugas dan fungsi kami sebagai salah satu lembaga negara non struktural dan bersifat independen. Kami juga sudah bekerja sama LPDP, BRIN dan sebagainya  guna pemenuhan hak mahasiswa disabilitas,” jelas Jonna.

Narasumber Ulfa Fatmala Rezky – Dosen Tetap Universitas 17 Agustus 1945 dan juga Staf Khusus Komisioner KND memaparkan materi kepada peserta workshop. (Dok. Humas KND)

Civitas akademik diharapkan dapat memiliki pengetahuan tentang penyandang disabilitas 

Agenda tersebut dilanjutkan dengan pemaparan dari dua orang narasumber yang mempresentasikan berkaitan denga topik Sensivitas Layanan Inklsusif bagi Mahasiswa Disabilitas di Kampus UMB.

Dr. Rachmita Maun Harahap, ST., M.Sn memaparkan tentang Kebijakan Kampus Inklusif Bagi Mahasiswa Disabilitas menjelaskan latar belakang masalah kampus UMB sudah menerima mahasiswa disabilitas berjumlah lebih 27 orang disabilitas rungu, daksa ringan, dan autis ringan.

Dikatakan Rachmita bahwa beberapa mahasiswa disabilitas yang sudah lulus sarjana, masih aktif kuliah, dan drop out (DO). Ada juga karyawan/dosen disabilitas fisik (daksa dan tubuh mini) dan disabilitas pendengaran.

“Berkaitan kelulusan beberapa mahasiswa disabilitas ada yang 5-6 tahun dan ada juga DO karena UMB belum menyediakan fasilitas Akomodasi yang Layak (AyL) sesuai dengan kebutuhan ragam mahasiswa disabilitas,” ungkap Rachmita Harahap.

Rachmita menegaskan, pelaksanaan kegiatan workshop ini bertujuan mensosialisasikan pengembangan kampus inklusif dan memberikan pengetahuan dan pemahaman perspektif penyandang disabilitas serta pelatihan sensitivitas layanan mahasiswa disabilitas kepada civitas akademik di lingkungan UMB.

“Sudah menerima mahasiswa disabilitas namun Kampus UMB belum menyediakan fasilitas AyL sehingga tingkat kelulusan masih rendah,” tambahnya.

Komisioner KND itu kemudian menawarkan beberapa solusi terkait edukasi perspektif mahasiswa disabilitas yakni, memberikan pelatihan sensitivitas dan layanan mahasiswa sesuai kebutuhan ragam disabilitas, memberikan pelatihan bagaimana cara metode pengajaran, bimbingan dan melayani fasilitas akses ruang serta Akomodasi yang Layak (AyL), belum maksimalnya bimbingan dan akases unutk kuliah, memberikan pelatihan bagi pengajar unutk bimbingan, menyediakan fasiltas tentang AYL.

Selain itu, kondisi yang diharapkan adalah civitas akademik memiliki pemahaman, kesadaran, sikap, dan perilaku yang positif terhadap mahasiswa disabilitas, meningkatkan kompetensi civitas akademik dalam pengajaran, bimbingan serta menyediakan fasilitas akses ruang kuliah serta memberikan AyL sesuai kebutuhan mahasiswa ragam disabilitas.

Di lain hal, adanya Pengembangan Pusat Layanan Disabilitas UMB, seperti membuat rencana penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak atas pendidikan tinggi Penyandang Disabilitas, merancang reasonable acoom odation (AyL) dan perangkat fisik yang dapat memudahkan mahasiswa disabilitas berbagai aktivitas kampus.

Memberikan informasi mengenai proses penerimaan calon mahasiswa disabilitas, persiapan seleksi afirmatif, persiapan pendampingan mahasiswa disabilitas, dan menyediakan fasilitas akses ruang kuliah dan AyL

Menyediakan pelatihan bahasa isyarat, braile dan lainnya bagi mahasiswa non disabilitas sebagai calon pendamping mahasiswa disabilitas

Membantu dan mendampingi mahasiswa disabilitas yang mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran, support akses AyL dan berbagai aktivitas di kampus

Rachmita juga memberikan rekomendasi kepada kampuas UMB agar perlu didorong untuk berdirinya pusat layanan disabilitas (PLD) sebagai perguruan tinggi yang inklusif.

“Pengembangan kompetensi civitas akademik, melalui pelatihan baik yang bersifat disability aw areness maupun pedagogy/teaching skills, pengembangan PLD UMB secara bertahap menyediakan fasilitas akses fisik maupun non fisik di lingkungan kampus untuk memberikan kemudahan bagi mahasiswa disabilitas dalam belajar,”

“Memberikan apresiasi bagi UMB telah mengimplementasikan komitmen kampus inklusif secara nyata. UMB perlu membuat Buku Panduan Layanan Mahasiswa Disabilitas sebagai acuan bagi Rektor dan civitas akademik,” imbuhnya.

Lebih lanjut,  Ulfa Fatmala Rezky sebagai narasumber kedua memaparkan tentang Disability Awarness dan Sensitivitas Disabilitas menjelaskan terkait simulasi disability awareness dimana peserta dosen diberikan headset (sensitivitas untuk mahasiswa Tuli) dan mahasiswa diberikan penutup mata (sensitivitas untuk mahasiswa netra).

Setelah digunakan, peserta dosen headset kesulitas untuk mendengarkan disampaikan oleh pemari. Bahkan juga dosen headset serius untuk mengetahui dan melihat gambaran yang dipaparkan walau tidak ada bersuara.

Sedangkan mahasiswa penutup mata dapat mendengarkan suara dari pemateri namun tidak bisa melihat gambaran yang dipaparkan oleh pemateri.

Dijelaskan Ulfa bahwa Human right based model of disability yang berdasarkan UU No 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, hambatan bagi Penyandang Disabilitas adalah dari dalam diri sendiri dan dari lingkunagn disekitar, hambatan lingkungan seperti masyarakat, dan akses public.

Ada 22 hak dasar penyandang disabilitas, 7 hak spesifik anak dengan disabilitas, dan 4 hak spesifik perempuan dengan disabilitas.

Hak Pendidikan pasal 10 UU nomor 8 tahun 2016: pertama, mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus, kedua memiliki kesamaan kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan.

Persoalan lainnya adalah hambatan lingkungan (aksesibilitas, desain universal, dan akomodasi yang layak). Hak aksesibilitas untuk penyandang disabilitas meliputi; mendapatkan aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik, mendapatkan akomodasi yang layak (AyL) sebagai bentuk aksesibilitas bagi individu.

“Desain Universal merupakan sebuah desain bangunan, produk, ataupun lingkungan yang dapat diakses oleh semua orang tanpa batasan kemampuan (ability), usia, jenis kelamin, dan status social,” Paparnya.

Adapun tujuh Prinsip Desain Universal : Penggunaan yang merata: desainnya bermanfaat dan dapat dipasarkan kepada orang-orang dengan beragam kemampuan, Fleksibilitas dalam penggunaan: desain mengakomodasi berbagai preferensi dan kemampuan individu, Penggunaan yang sederhana dan intuitif: penggunaan desain mudah dipahami, terlepas dari pengalaman pengguna, pengetahuan, keterampilan bahasa, atau tingkat pendidikan.

“Informasi yang dapat dipahami: desain mengkomunikasikan informasi yang diperlukan secara efektif kepada pengguna, terlepas dari kondisi sekitar atau kemampuan sensorik pengguna, toleransi untuk kesalahan: desain meminimalkan bahaya dan konsekuensi negatif dari tindakan yang disengaja atau tidak disengaja,” lanjut Ulfah.

Kendala lain seperti upaya fisik yang sedikit: desain dapat digunakan secara efisien dan nyaman dan dengan hanya menimbulkan sedikit kelelahan.

“Ukuran dan ruang untuk kedekatan dan penggunaan: ukuran dan ruang yang sesuai disediakan untuk kedekatan, jangkauan, manipulasi dan penggunaan terlepas dari ukuran tubuh, postur, dan/atau mobilitas penggun,” tutup Ulfah.

 

 

Shares

berita lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Berita Terbaru