Wednesday, July 2, 2025

KIP Kuliah dan Pemerataan Hak Pendidikan Anak Bangsa

Shares

Berdikari.Online- Pendidikan merupakan salah satu hak asasi yang mendasar bagi semua manusia. Pendidikan sangatlah penting karena dapat mengubah kehidupan seseorang dengan memberikannya kesempatan yang sama untuk mengangkat derajat kehidupan bahkan mampu membawa seseorang hingga keluar dari kemiskinan. Pendidikan menjadi hak asasi manusia yang harus dipenuhi oleh negara. Pendidikan sebagai hak asasi artinya setiap manusia berhak atas pendidikan di bawah Negara hukum tanpa diskriminasi apa pun. Singkatnya negara berkewajiban melindungi, menghormati, juga memenuhi hak mendapatkan pendidikan, dan mengawasi pelanggaran yang terjadi di dalamnya.

Dalam konstitusi negara Indonesia, hak mendapatkan pendidikan tercantum dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 31 yaitu: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai. Kedua ayat pasal tersebut menunjukkan bahwa semua manusia berhak mendapatkan pendidikan. Selanjutnya dalam UUD 1945 juga disebutkan bahwa negara harus memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari APBN untuk menyelenggarakan pendidikan nasional.

Bukti kongkrit hadirnya Negara dalam dunia pendidikan nasional kita adalah dengan dikeluarkannya program Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Mengutip dari laman kemdikbud.go.id, KIP Kuliah adalah bantuan biaya pendidikan yang diberikan oleh negara bagi lulusan Sekolah Menengah Atas/ SMA atau sederajat yang mempunyai potensi akademik yang baik tetapi terkendala biaya. Program KIP Kuliah di tahun 2021 menjadi kebijakan yang diangkat dalam Merdeka Belajar Episode Kesembilan. Dalam kebijakan KIP Kuliah, calon mahasiswa yang memiliki keterbatasan ekonomi tetap dapat mendaftar dan menikmati layanan pendidikan di perguruan tinggi. Jika dinyatakan lulus sebagai penerima KIP Kuliah, mereka akan digratiskan dari biaya kuliah, bahkan akan mendapatkan biaya hidup juga sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur.

Namun keterbatasan ekonomi calon penerima KIP Kuliah harus bisa dibuktikan dengan enam kriteria. Pertama, calon penerima KIP Kuliah harus bisa membuktikan kepemilikan program bantuan pendidikan nasional dalam bentuk Kartu Indonesia Pintar (KIP). Kedua, berasal dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan (PKH). Ketiga, memegang Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Keempat, mahasiswa berasal dari panti asuhan atau panti sosial. Kelima, mahasiswa berasal dari keluarga yang masuk desil kurang atau sama dengan kategori 4 (empat) Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DKTS).

Terakhir, jika calon penerima KIP Kuliah tidak memenuhi salah satu dari lima kriteria di atas, maka tetap dapat mendaftar untuk mendapatkan KIP Kuliah asalkan memenuhi persyaratan tidak mampu secara ekonomi sesuai dengan ketentuan. Kondisi tidak mampu secara ekonomi tersebut harus dapat dibuktikan dengan pendapatan kotor gabungan orang tua/wali paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah) setiap bulan atau pendapatan kotor gabungan orang tua/wali dibagi jumlah anggota keluarga paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

Tata cara pendaftaran KIP Kuliah untuk seluruh jalur masuk (SNMPTN, SBMPTN, SNMPN, SBMPN, dan Mandiri) dilakukan secara daring melalui laman KIP Kuliah, yaitu kip-kuliah.kemdikbud.go.id. Pendaftaran juga dapat dilakukan melalui aplikasi KIP Kuliah Mobile Apps berbasis android di Play Store. Penerima KIP Kuliah akan ditetapkan oleh Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kemendikbud atas usulan perguruan tinggi setelah mahasiswa melakukan registrasi di perguruan tinggi pilihannya.

KIP Kuliah Tahun 2021 memiliki kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh Kemendikbud Ristek pada 18 Maret 2021 yang lalu. Lantas apa perbedaan substansial KIP Kuliah 2021 dengan KIP Kuliah sebelumnya?

Dilansir dari Tirto.id berikut beberapa kebijakan yang berubah dari kebijakan KIP Kuliah Tahun 2021 dengan sebelumnya, adalah; pertama, jumlah mahasiswa penerima KIP Kuliah sebanyak 200.000 mahasiswa baru. Program studi A sebanyak 61.000 mahasiswa, program studi B sebanyak 112.000 mahasiswa dan program studi C sebanyak 27.000 mahasiswa.

Kedua, biaya pendidikan per mahasiswa sebelumnya Rp2,4 juta per semester mengalami perubahan, yakni program studi A sebesar Rp8 juta per semester, program studi B sebesar Rp4 juta per semester dan program studi C sebesar Rp2,4 juta per semester.

Ketiga, biaya hidup yang sebelumnya dipatok Rp700.000 per semester, mengalami peningkatan dan dibagi menjadi lima klaster daerah sesuai Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019. Lima klaster itu, yakni klaster satu Rp800.000 per semester, klaster dua sebesar Rp950.000 per semester, klaster tiga Rp1.100.000 per semester, klaster empat sebesar Rp1.250.000 per semester, dan klaster lima yakni Rp1.400.000 per semester.

Selanjutnya kita mengenal KIP Kuliah Reguler dan KIP Kuliah Jalur Aspirasi Masyarakat. Berdasarkan obrolan dengan salah satu teman di Bagian Administrasi Kemahasiswaan salah satu kampus swasta di Sumbawa NTB, KIP Kuliah Reguler sudah ada kuota untuk masing-masing Perguruan Tinggi Swasta setiap tahun yang didistribusi lewat LLDIKTI. “Sedangkan untuk KIP Kuliah Usulan Masyarakat itu yang kami tidak dapat kuota. Karena memang mekanismenya aspirasi kita harus disampaikan oleh anggota komisi X DPR RI ke pihak Kemendikbud Ristek” ujarnya.

Melalui  jalur aspirasi memang setiap anggota komisi X DPR RI bisa memberikan kuota program KIP Kuliah jalur aspirasi masyarakat. Pertanyaannya bagaimanakah dengan kampus yang tidak memiliki jaringan atau kanal penyampaian aspirasi ke komisi X DPR RI atau dengan kata lain kampus yang tidak terjaring oleh aspirasi anggota DPR?

Sedangkan di sisi lain ada kampus lainnya yang karena posisi pemilik yayasannya merupakan orang yang berada di epicentrum kekuasaan tentu dengan mudah akan mendapatkan KIP Kuliah jalur aspirasi masyarakat ini. Sebut saja contoh kasus di beberapa perguruan tinggi swasta misalnya, dimana pengelola atau pemilik yayasan adalah orang yang menjadi bagian dari pusaran kekuasaan pemerintahan, sehingga dengan mudah mendapatkan kuota KIP Kuliah jalur aspirasi masyarakat ini dengan jumlah kuota yang terlihat kontras sangat besar. Sedangkan ada banyak kampus swasta yang karena tidak memiliki akses penyampaian aspirasi ke Komisi X DPR RI, sehingga tidak mendapatkan sama sekali kuota jalur aspirasi ini.

Ke depan perlu harus ada evaluasi dan pemetaan yang komprehensif dari pihak komisi X DPR RI dan pihak LLDIKTI untuk memastikan terpenuhinya kuota KIP Kuliah jalur aspirasi masyarakat ini secara adil, merata dan proporsional.(*)

 

Rainy Tukan *)

*) Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Jakarta Barat

Shares

berita lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Berita Terbaru