Berdikari.Online – Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Elang Muda gelar diskusi panel bertema Kekerasan Seksual, Jumat, (18/7). Diskusi ini menghadirkan Kapolres Sumbawa, yang diwakili oleh KBO Reskrim Polres Sumbawa, Arifin Setyoko, Rektor Universitas Teknologi Sumbawa (UTS), yang diwakili oleh Direktur Kemahasiswaan UTS, Sherwin Ary Busman, dan Psikolog, Ayuning Atmasari.
Ketua HMI Komisariat Elang Muda, Suhrawardin mengatakan bahwa hadirnya diskusi ini berangkat dari keresahan mahasiswa terkait kasus kekerasan seksual yang beberapa kali ditemui. Hanya saja, beberapa kasus tersebut tidak diangkat karena rasa takut dari para korban.
“Kami mengapresiasi kampus (UTS) sudah membentuk Satgas terkait ini. Tapi kami pikir kita perlu bedah kembali sejauh mana upaya, yang notabene ini adalah upaya kita bersama dalam menjamin keamanan terutama pada perempuan,” kata Mahasiswa yang akrab disapa Wara itu dalam sambutannya.
Senada dengan Wara, Mantan Ketua Umum Korps HMI Wati, Yuni Kartika juga menjelaskan; perempuan adalah pihak yang paling rentan dalam kasus pelecehan seksual. Karenanya, mahasiswa secara pribadi beserta kampus secara institusi harus berani mengambil sikap untuk menjamin lingkungan akademik dan sosial tetap kondusif.
Dalam diskusi tersebut, Pihak Kepolisian menerangkan terkait Undangan-undangan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Undang-undang ini disebut lahir atas banyaknya kasus yang diterima Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPA). Sebelumnya banyak kasus yang terjadi. Namun dengan aturan yang ada saat itu, tidak ada unsur pidana yang dapat menjerat pelaku.
“Jadi UU TPKS ini sekarang akan cukup membantu dalam menangani tindak kekerasan seksual. Ini juga termasuk juga yang suka Catcalling loh” jelas Arifin Setyoko sambil menyapa peserta diskusi.
Lebih lanjut, Ayuning Atmasari melaporkan bahwa satgas anti kekerasan ini sudah setahun berdiri di UTS. Sosialisasi pada semua kalangan juga sudah dilakukan.
Mekanisme pelaporan juga telah disiarkan terutama melalui sosial media. Meskipun kata Ayuning, upaya ini mungkin belum begitu booming di kalangan mahasiswa.
“Awalnya dengan ini kami melihat tidak begitu banyak laporan. Jadi kami berpikir aman-aman saja. Saat ada laporan, kami tindak lanjuti, sebagian yang melapor malah tidak kooperatif, jadi kami berkesimpulan bahwa apa yang terjadi tidak begitu berdampak pada diri korban. Tapi ternyata, belakangan kami mendengar kabar kalau kasus ini banyak terjadi,” kata perempuan yang juga Ketua Satgas Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Perguruan Tinggi (PPKPT) UTS.
Lanjutnya, upaya penanganan kasus kekerasan seksual atau bentuk kekerasan lainnya tidak bisa ditangani tanpa ada laporan korban. Kasus juga tidak bisa dilanjutkan jika korban tidak melanjutkan segala proses yang dibutuhkan untuk penyelesaian masalah.
Sementara itu, universitas juga sudah menyediakan sanksi bagi para pelaku jika terbukti. Sanksi ini diberikan sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan.
Sanksi yang diberikan mulai dari teguran, skorsing, hingga pemecatan/Drop Out dan proses hukum. Bersama ini, Satgas juga menjamin kerahasiaan kasus yang dialami korban.
Dalam diskusi yang cukup alot ini, peserta mempertanyakan langkah preventif apa yang bisa dilakukan mengatasi kasus kekerasan. Ketidakpuasan juga diutarakan karena kasus dianggap lamban dan kerap berujung sebatas pada mediasi dan kemudian hilang.
Meski begitu, baik kepolisian maupun PPKTP UTS menyebut semua kasus ditangani sesuai prosedur. Maka dari itu dalam penanganannya memerlukan bukti dan atau saksi.
“Penanganan kasus kekerasan seksual ini memang cukup panjang. Ini karena, kadang pihak korban juga membuat keterangan berubah-ubah,” jelas Ayuning.
“Beberapa kasus yang kami temui misalnya; mereka melakukan hubungan suka sama suka. Lantaran kemudian ada sesuatu yang tidak disukai dari kekasihnya, lalu dilakukanlah pelaporan,” tambah KBO Reskrim Polres Sumbawa menceritakan sudut yang berbeda.
Diskusi berakhir dengan pernyataan sikap bersama bahwa; baik kampus, kepolisian, dan Organisasi Kepemudaan (OKP) berkomitmen menjaga lingkungan kampus dan masyarakat bersih dari kekerasan seksual.
“Kami HMI merasa perlu untuk kita saling mengingatkan, baik kepada kampus, lingkungan persekawanan, atau bahkan diri kita sendiri. Kita berkomitmen agar tindak kekerasan seksual ini tidak boleh disepelekan. Kita mengajak untuk semua kita bersuara (melapor) jika mengalami, atau melihat kejadian tersebut di lingkungan kita,” tegas Wahyudin, Formatur Ketua Umum HMI Cabang Sumbawa.*