Thursday, August 28, 2025

PUSKAP Fisipol UNSA Soroti Mutasi ASN di Pemkab Sumbawa Era Jarot-Anshori

Shares

Berdikari.Online – Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKAP) Fisipol Universitas Samawa menyoroti mutasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemkab Sumbawa. PUSKAP menilai mutasi seharusnya memperkuat birokrasi dan dilakukan sesuai prinsip merit system. Namun praktik di lapangan disebut sering bergeser dari tujuan ideal.

Pernyataan ini disampaikan Amilan Hatta dalam kapasitasnya sebagai Direktur PUSKAP Fisipol UNSA di Sumbawa Besar, 25 Agustus 2025.

Fenomena mutasi sarat kepentingan politik dianggap berdampak pada netralitas ASN. Penempatan jabatan dinilai tidak lagi mempertimbangkan kompetensi, tetapi loyalitas atau afiliasi politik. Kondisi ini berpotensi menurunkan profesionalisme dan mengganggu pelayanan publik.

Mutasi perdana pemerintahan Jarot-Anshori dibandingkan dengan janji kampanye Bupati Jarot. Saat kampanye dan perayaan HUT Kabupaten Sumbawa, Jarot menyatakan akan menempatkan ASN dengan konsep “The Right Man On The Right Place” serta merit system berbasis prestasi kerja.

Amilan Hatta mencontohkan, mutasi di RSUD Sumbawa. RSUD dipilih karena pelayanan kesehatan adalah layanan dasar dan RSUD memiliki masalah hutang serta pelayanan. Janji politik Jarot-Anshori juga menargetkan penyelesaian masalah RSUD secepatnya.

Amilan menyebut saat pemerintahan Mo-Novi, hutang RSUD mencapai Rp72,6 miliar. Setelah pergantian direktur dan tim, hutang turun menjadi Rp25,9 miliar dalam setahun. Penurunan lebih dari 50 persen ini disebut berkat kerja tim RSUD.

Menurutnya, dua pegawai strategis yang berperan menurunkan hutang justru ikut dimutasi. Padahal merit system seharusnya mengevaluasi prestasi, pengalaman, dan kemampuan. Pegawai tersebut terbukti berkontribusi menurunkan hutang RSUD.

“Pertanyaannya, mereka dipindah kemana, dan apa sesuai dengan pernyataan Bupati Jarot, yaitu The Right Man On The Right Place?” ujar Amilan.

Ia memaparkan, ketiga pegawai berpendidikan keperawatan, Magister Manajemen Rumah Sakit, dan Magister Kesehatan Masyarakat. Mereka dipindahkan menjadi Sekretaris Kecamatan, Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial, dan Dinas Pemadam Kebakaran.

Amilan juga menyinggung munculnya spekulasi di masyarakat. Spekulasi tersebut terkait pertemuan orang-orang tertentu di Mataram dengan investor yang menjamin anggaran RSUD. Dugaan muncul adanya permainan broker proyek dengan komitmen fee.

Mutasi pegawai RSUD dinilai bagian kecil dari masalah. Ia menyoroti indikasi politisasi mutasi untuk promosi ke level sekretaris dan loncat ke eselon II. Ada juga kasus sarjana teknik memimpin bidang manajerial pendapatan dan sarjana ekonomi mengurus keanekaragaman hayati.

“Uniknya, belum terjadi mutasi berikutnya, sudah ada yang memproklamirkan diri akan menjadi kepala OPD dari eselon IIIA ke eselon II,” tambahnya.

Dari praktek mutasi perdana ini, Amilan menyampaikan penilaian:

1. Mutasi tidak melibatkan Tim Baperjakat secara penuh, hanya administratif.

2. Mutasi jauh dari konsep merit system atau “The Right Man On The Right Place”.

3. Mutasi dijadikan ajang balas jasa dengan indikasi motif ekonomi kelompok.

4. Dari sisi kebijakan publik, Bupati Sumbawa melakukan kebohongan publik.

Ia menilai fenomena ini menunjukkan perangkat hukum mutasi sudah lengkap, namun penegakan aturan masih lemah. Celah ini dimanfaatkan penguasa lokal untuk menjadikan mutasi ASN sebagai instrumen politik.***

Shares

berita lainnya

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_img

Berita Terbaru