Berdikari.online – Pengacara Emanuel Herdiyanto menilai, polisi di Indonesia belum sedewasa TNI yang jika ada anggota salah langsung disidang dengan pengadilan militer dan dihukum. Ia menyebut, jika ditelisik, banyak contoh kasus pidana militer yang langsung disidang dan selesai.
Menurut Eman, mata rantai komando di TNI lebih tegas dan tidak ada kaitan bisnis pengamanan yang menggurita di TNI yang membuat mudah penindakan terhadap anggota TNI yang bersalah, meskipun itu perwira tinggi.
“Liat saja kasus korupsi Alustista yang melibatkan pentinggi TNI atau kasus tabrak maut yang korbannya dilempar ke sungai. Semua kejadian itu, selesai dan tidak berkembang menjadi interpretasi liar karena, proses pengukapannya cepat dan singkat tanpa ada yang coba di tutupi.” Ujar Eman. Senin, (15/08/2022)
Dikatakan Eman, dalam kasus FS, dengan terbongkarnya skenario awal tentang adanya tembak menembak dan kemudian menjadi pembunuhan dengan telah adanya penetapan tersangka, maka ada keadaan yang menggambarkan bahwa, penyidikan di intitusi kepolisian sangat mudah untuk membelokkan suatu keadaan fakta.
“Cukup dengan suatu sistem komando yang terkait dengan penyidikan, maka suatu keadaan baru yang bukan sebenarnya dapat dibuat seolah itu yang terjadi.” Tegasnya.
Hal ini dinilainya terbukti dengan ada 25 anggota termasuk perwira yang diduga terlibat, menghalangi, mengambat dan setuju merancang kejadian di kediaman FS sebagai peristiwa tembak menembak.
Untungnya, lanjut Eman, ada kejanggalan yang kemudian ditekan secara opini dan lalu terbukalah semuanya kini
“Bagaimanapun, kewenangan subjektif penyidik (pasal 21 KUHAP) untuk menentukan terjadi suatu tindak pidana dalam suatu peristiwa adalah hak tunggal milik polisi berdasarkan undang-undang, dan cukup dengan satu syarat yakni ada satu oknum yang korup maka yang akan terjadi adalah hal sebagaimana cerita awal yang dikembangkan oleh penyidik bahwa yang terjadi adalah tembak menembak dan tidak terjadi pembunuhan.” Ujarnya
Eman kembali menegaskan, dengan situasi ini, ada pertanyaan baru yang sedang mengemuka dan dalam proses menjadi fakta bar, yang bisa benar, demikianlah yang terjadi atau ada cerita dan skenario baru yang akan dibuat?
“Sekarang ada fakta baru sebagaimana kata Menkopolhukam Mahfud MD bahwa motifnya adalah terjadi peristiwa yang mengerikan dan menjijikan. Sementara di lain pihak, FS mengatakan bahwa dirinya sangat marah dan hanya membela nama dan kehormatan keluarga nya. Dua fakta ini mana yang akan jadi motif dalam tuduhan pembunuhan berencana ini?” Tuturnya.
Lebih lanjut, Eman mengatakan saat ini, publik lebih percaya pada media, pengamat dan praktisi hokum ketimbang penyidik yang bertugas menyidik kasus polisi tembak polisi tersebut.
“Saya kira, saat ini publik lebih percaya pada media, pengamat dan praktisi hukum, ketimbang penyidik yang bertugas. Harapan kita, jangan ada lagi keterangan fakta yang janggal dan terkesan skenario, sebab jutaan mata yang berarti jutaan otak sedang memonitor perkembangan kasus ini, dan jangan harap, akal sekian juta orang bisa diarahkan.” Tutup Eman.(*)